Tentang Saya

Foto saya
Medan, sumatera utara, Indonesia

Jumat, 25 Juni 2010

mensertifikatkan tanah girik


Tanah dengan ‘bukti’ Girik dan Peralihannya menjadi Tanah Bersertifikat

Terkait dengan pemilikan tanah di Indonesia, ada sebagian pendapat yang menyatakan bahwa Girik adalah sebagai tanda bukti hak atas tanah, bahkan banyak orang yang merasa ‘nyaman’ tinggal atau menguasai tanah dengan bukti Girik ini. Tanah girik adalah istilah populer dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum di konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha) dan belum didaftarkan atau di sertifikat-kan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam-macam, antara lain: girik, petok D, rincik, ketitir, dll.

Dokumen atau bukti surat dengan nama Girik untuk tanah sebenarnya bukanlah tanda bukti kepemilikan, tetapi tanda bukti pembayaran pajak. Hal ini bisa membuktikan bahwa orang yang memegang (pemegang) dokumen tersebut adalah orang yang menguasai atau memanfaatkan tanah tersebut, dan patut diberikan hak atas tanah.

Di dalam praktiknya, dokumen sejenis ini cukup kuat dijadikan dasar permohonan hak atas tanah atau sertifikat karena pada dasarnya hukum tanah kita bersumber pada hukum tanah adat yang tidak tertulis. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria disingkat UUPA yang berbunyi



"Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama".

Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi-bagi atau dipecah-pecah menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat apapun yang dapat digunakan untuk menelusuri kepemilikannya. Pensertifikatan tanah girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama kali .

Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk TANAH GARAPAN, dalam prakteknya prosesnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mendapatkan surat rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang bersangkutan
2. Pembuatan surat tidak sengketa dari RT/RW/LURAH
3. Dilakukan tinjau lokasi dan pengukuran tanah oleh kantor pertanahan
4. Penerbitan Gambar Situasi baru
5. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas tanah dan bangunan sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi
6. Proses pertimbangan pada panitia A
7. Penerbitan SK Pemilikan tanah (SKPT)
8. Pembayaran Uang pemasukan ke negara (SPS)
9. Penerbitan Sertifikat tanah;

Proses pensertifikatan tanah tersebut hanya dapat dilakukan jika pada waktu pengecekan di kantor kelurahan setempat dan kantor pertanahan terbukti bahwa tanah tersebut memang belum pernah disertifikatkan dan selama proses tersebut tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan/sanggahan (perihal pemilikan tanah tersebut). Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka proses pensertifikatan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai dengan 1 tahun.

Tidak ada komentar: